PERSON CENTERED THERAPY



PERSON CENTERED THERAPY
A.    Konsep dasar Person Centered Therapy
Menurut Corey (2009: 169) pendekatan Person-centered menolak peran terapis sebagai pemegang otoritas yang tahu apa yang terbaik bagi klien dan klien bersikap pasif yang hanya mengikuti perintah dari terapis. Proses terapi berakar dari kapasitas klien untuk mencapai kesadaran dan perubahan  self-directed dalam sikap dan perilaku. Terapis person-centered berfokus pada sisi konstruktif dari sifat manusia. Penekanannya adalah pada bagaimana klien bertindak dalam dunia mereka dengan orang lain, bagaimana mereka dapat bergerak maju ke arah yang konstruktif, dan bagaimana mereka dapat berhasil menghadapi kendala (baik dari dalam diri mereka sendiri dan di luar diri mereka sendiri) yang menghalangi pertumbuhan mereka. Praktisi dengan orientasi humanistik mendorong klien mereka untuk membuat perubahan yang akan menyebabkan hidup sepenuhnya dan otentik, dengan kesadaran bahwa eksistensi semacam ini menuntut perjuangan selanjutnya. Orang tidak pernah sampai pada suatu kondisi aktualisasi diri final, melainkan mereka terus-menerus terlibat dalam proses aktualisasi diri.
B.     Tujuan Person Centered
Pada terapi ini Rogers tidak mengkhususkan tujuan untuk satu pemecahan masalah. Tapi untuk membantu klien dalam proses pertumbuhan dan perkembangan mereka, sehingga klien dapat lebih baik dalam memahami, menerima serta mengatasi masalah mereka saat ini dan masa depan. Tidak ditetapkan tujuan khusus dalam terapi ini, sebab terapis digambarkan memiliki kepercayaan penuh pada klien untuk menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya dari dirinya sendiri. Bagi Rogers pada dasarnya tujuan terapi ini adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif sebagai usaha untuk membantu klien menjadi pribadi yang utuh (fully functioning person), yaitu pribadi yang mampu memahami kekurangan dan kelebihan dirinya. Tujuan dasar terapi ini kemudian diklasifikasikan kedalam 4 konsep inti tujuan terapi, yaitu;
1.        Keterbukaan pada pengalaman
Klien diharapkan dapat lebih terbuka dan lebih sadar dengan kenyataan pengalaman mereka. Hal ini juga berarti bahwa klien diharapkan dapat lebih terbuka terhadap pengetahuan lebih lanjut dan pertumbuhan mereka serta bisa menoleransi keberagaman makna dirinya.
2.         Kepercayaan pada organisme sendiri
Dalam hal ini tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Biasanya pada tahap-tahap permulaan terapi, kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri. Namun dengan meningkatnya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.
3.         Tempat evaluasi internal
Tujuan ini berkaitan dengan kemampuan klien untuk instropeksi diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Klien juga diharapkan untuk dapat menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
4.         Kesediaan untuk menjadi satu proses.
Dalam hal ini terapi bertujuan untuk membuat klien sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.
C.     Fungsi & Peran Terapis
1.    Terapis dan klien berada dalam hubungan psikologis.
2.    Terapis adalah benar – benar dirinnya sejati dalam berhubungan dengan klien.
3.    Terapis merasa atau menunjukan unconditional positive regard untuk klien. 
4.    Terapis menunjukkan rasa empati serta memahami tentang kerangka acuan klien dan memberitahukan pemahamannya kepada klien. 
5.    Klien menyadari usaha terapis yang menunjukkan sikap empati berkomunikasi dan menunjukkan unconditioning positive regard kepada klien.
D.    Teknik-Teknik Person-Centered Therapy
Terapi ini tidak memiliki metode atau teknik yang spesifik, sikap-sikap terapis dan kepercayaan antara terapis dan klienlah yang berperan penting dalam proses terapi. Terapis membangun hubungan yang membantu, dimana klien akan mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area kehidupannya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Terapis memandang klien sebagai narator aktif yang membangun terapi secara interaktif dan sinergis untuk perubahan yang positif. Dalam terapi ini pada umumnya menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan aktif, merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan “hadir” bagi klien, namun tidak memasukkan pengetesan diagnostik, penafsiran, kasus sejarah, dan bertanya atau menggali informasi. Untuk terapis person centered, kualitas hubungan terapi jauh lebih penting daripada teknis. Terapis harus membawa ke dalam hubungan tersebut sifat-sifat khas yang berikut;
1.      Menerima. Terapis menerima pasien dengan respek tanpa menilai atau mengadilinya entah secara positif atau negatif. Pasien dihargai dan diterima tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan pasien untuk meningkatkan pemahaman dirinya dan perubahan yang positif.
2.      Keselarasan (congruence). Terapis dikatakan selaras dalam pengertian bahwa tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya dan apa yang dikatakannya.
3.      Pemahaman. Terapis mampu melihat pasien dalam cara empatik yang akurat. Dia memiliki pemahaman konotatif dan juga kognitif.
4.      Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat khas ini. Terapis mampu mengkomunikasikan penerimaan, keselarasan dan pemahaman kepada pasien sedemikian rupa sehingga membuat perasaan-perasaan terapis jelas bagi pasien.
5.      Hubungan yang membawa akibat. Suatu hubungan yang bersifat mendukung (supportive relationship), yang aman dan bebas dari ancaman akan muncul dari teknik-teknik diatas.
E.     Tahap – tahap Konseling
Rogers (dalam Gillon 2007: 68) mengidentifikasi tujuh tahap diskrit  perubahan dalam konseli, masing-masing mewakili satu langkah dari ketidaksesuaian untuk keselarasan. Hal ini dirinci sebagai berikut:
1.      Tahap pertama : Tahap ini merupakan tahap dimana konseli merasa keberatan untuk mengungkapkan dirinya, komunikasi hanya bersifat eksternal, dimana konseli tidak melihat diri mereka sedang mengalami masalah dan menyalahkan orang lain atas kesulitan yang timbul. Semua pengalaman ini diukur dari segi sudut pandang gagasan.
2.      Tahap kedua : Tahap ini yaitu proses komunikasi awal untuk mengekspresikan diri tanpa adanya topik tentang diri. Tahap ini ditandai dengan kondisi bahwa meskipun beberapa perasaan negatif mungkin sudah diakui oleh klien, pernyataan tentang pandangan atau perasaan sering diungkapkan dengan sedikit kesadaran sifat kontradiktif mereka. Sekali lagi, pada tahap ini, tidak mungkin bahwa konseli akan melakukan konseling secara sukarela.
3.      Tahap ketiga : Penerimaan, Understanding, dan empati merupakan hal yang harus dicapai untuk berpindah ke tahap empat. Pada tahap tigakonseli mulai menunjukkan beberapa refleksi terhadap dirinya,meskipun terutama dalam hal perasaan atau pengalaman masa lalu.Perasaan dan pikiran yang bertentangan dapat diakui. Hal inimenunjukkan bahwa kebanyakan konseli memasuki konseling,menyadari kebutuhan mereka akan bantuan. Sehingga tahap inimerupakan awal hubungan terapis dan klien dalam perasaan yangsecara mendasar.
4.      Tahap Keempat : Konseli memiliki kapasitas yang meningkat untuk mengalami hal-hal here and now  dan semakin menyadari perasaan tidak nyaman pada diri mereka. Sebuah tingkat yang lebih besar mempertanyakan 'diri' yang mungkin terjadi, khususnya dari aspek dan konstruksi yang sudah ada (misalnya 'konsep diri'). Tahap ini konseli mulai mengekspresikan perasaannya, pengekspresian tentang ketakuatan, ketidakpercayaan, ketidakjelasan. Validitas dari beberapa sudut pandang ini dapat dieksplorasi. Kebanyakan inti konseling berlangsung pada tahap ini, dan pada tahap kelima, segala perasaan dalam diri klien mengalir dan diekspresikan dimana pengalaman dari klien mulai didiferensiasikan.
5.      Tahap kelima : Konseli semakin mampu memiliki pengalaman, dengan kapasitas untuk bertanggung jawab untuk banyak mengalaminya.Pandangan sebelumnya mungkin dinilai kritis, proses yang disertai dengan kemampuan yang besar untuk mengekspresikan pengalaman dimasa sekarang (misalnya dengan marah).
6.      Tahap keenam : Pada tahap ini konseli dapat terlibat pada setiap experience moment dalam pertemuan konseling dan mengungkapkan  bagaimana  perasaannya  dalam cara yang non-defensive. Ada kebebasan yang lebih besar dalam apa yang dieksplorasi. Kini konseli dapat sepenuhnya memiliki pengalamannya. Oleh karena itu, apa yang pernah incongruence menjadi congruence Sebuah konsep diri yang baru mulai muncul.
7.      Tahap ketujuh : Pada tahap tujuh konseli secara alami tidak lagi tunduk  pada  proses  penolakan atau distorsi. Ada kelonggaran dalam perasaan di mana konseli dapat menerimanya setiap saat. Konseli mengambil tanggung jawab pribadi secara penuh untuk pengalamannya. Konseli sepenuhnya mampu menerima dirinya sepenuhnya dalam setiap saat.
F.      Kelebihan dan Kekurangan
1.      Kelebihan pendekatan Person-Centered: 
a. Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis.
b.      Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
c.       Lebih menekankan pada sikap terapi dari pada teknik.
d.      Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
e.       Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi.
f.       Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya.
g.      Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi.
2.      Kekurangan Pendekatan Person Centered:
a.       Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana.
b.      Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan.
c.       Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu.
d.      Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
e.       Sulit bagi terapis untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
f.       Terapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup.
g.      Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatologi yang parah.
h.      Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya.

Komentar

  1. Vint Ceramic Art | TITNIA & TECHNOLOGY
    Explore an all new “Vint Ceramic Art” project https://tricktactoe.com/ on TITNIA & 토토 사이트 TECHNOLOGY. ford fusion titanium Our team of sculptors and artists have goyangfc.com created new www.jtmhub.com and

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer